Mungkin Anda pernah merasa kesal karena orang lain tidak menghargai Anda.
Barangkali Anda juga sering marah karena orang lain tidak memerhatikan Anda.
Pernahkah Anda berpikir bahwa Anda pun mungkin sekali kurang menghargai orang
lain atau sering terlalu memperhatikan diri sendiri sehingga lupa memerhatikan
orang lain di sekitar Anda? Nah, mungkin inilah yang harus Anda lakukan:
menghargai orang lain. Bagaimana caranya?
Mengapa Harus Menghargai Orang Lain?
Suka atau tidak, kita hidup dengan berinteraksi dengan orang lain. Lalu,
bagaimana cara kita membina hubungan baik dengan orang lain agar hidup kita
menjadi lebih menyenangkan?
Saling Membutuhkan
Pernahkah Anda membayangkan jika segala sesuatu harus dilakukan sendiri:
menanam padi sendiri untuk mendapatkan beras; menanam tumbuhan untuk membuat
pakaian dan menjahit pakaian sendiri; membangun rumah sendiri dari awal;
membuat kendaraan sendiri; mencuci baju sendiri; memasak sendiri; membersihkan
rumah sendiri; dan mengambil keputusan sendiri? Pasti itu sangat melelahkan,
merepotkan, atau bahkan tidak mungkin dilakukan.
Pasti ada hal-hal yang tidak bisa kita lakukan sendiri dengan baik. Guru
membutuhkan murid, penulis membutuhkan pembaca, produsen membutuhkan konsumen,
perusahaan membutuhkan karyawan dan konsumen, serta pemimpin membutuhkan anak
buah. Tentu saja kondisi ini berlaku pula sebaliknya. Jadi intinya: kita semua
saling membutuhkan.
Saling Menguntungkan
Selain saling membutuhkan, ternyata kita semua juga bisa saling menguntungkan.
Kita merasa beruntung karena bisa berbagi dengan orang lain: kita mendapat
pemasukan uang dan mendapat kepuasan karena ada orang lain yang mau menggunakan
hasil karya kita. Orang lain juga merasa diuntungkan dengan kebaradaan kita
karena mereka bisa mendapatkan apa yang mereka perlukan dari kita.
Misalnya, murid merasa diuntungkan karena ada guru yang mau berbagai ilmu dan
keterampilan. Sebaliknya, guru juga merasa diuntungkan karena ia bisa membagi
ilmu dan keterampilan kepada orang lain dan mendapat pemasukan dari
pekerjaannya. Produsen merasa diuntungkan karena ada pembeli. Sebaliknya,
pembeli juga merasa diuntungkan karena bisa mendapatkan barang atau jasa yang
dibutuhkan tanpa harus repot membuatnya sendiri.
Saling Mengisi
Tidak ada satu orang pun yang benar-benar serupa dengan orang lain. Anak kembar
sekalipun memiliki perbedaan. Kita memiliki perbedaan dalam kepribadian,
talenta, kemampuan, gaya hidup, kebiasaan, dan kebutuhan. Namun perbedaan
inilah yang membuat hidup menjadi lebih kaya, bervariasi, dan menyenangkan
karena kita bisa saling mengisi.
Banyak restoran muncul karena banyak orang tidak bisa memasak masakan seperti
masakan yang disajikan restoran itu, atau karena tidak ada waktu untuk
melakukan aktivitas memasak. Banyak kursus bahasa asing juga muncul karena ada
orang yang sudah fasih berbahasa asing, sementara ada juga orang yang ingin
atau perlu belajar bahasa asing.
Saling Menguatkan
Selain perbedaan, persamaan pun bisa menguntungkan. Orang-orang yang memiliki
persamaan bisa saling bekerja sama. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul,
begitu kata pepatah. Rupanya pepatah ini muncul dari kesadaran bahwa dengan
bekerja sama, segala sesuatu akan terasa lebih mudah.
Masalah menjadi lebih ringan dan menjadi lebih mudah dicarikan solusinya jika
dipecahkan bersama. Pekerjaan berat akan menjadi lebih mudah dan lebih cepat
selesai jika dikerjakan bersama.
Bagaimana Menghargai Orang Lain?
Tahukah Anda bahwa orang lain akan lebih menghargai orang yang menghargai
mereka? Nah, sebelum kita menuntut orang lain menghargai kita, kita perlu
terlebih dahulu menghargai mereka. Kuncinya hanya satu: buat orang lain merasa
penting dan berharga.
Langkah 1: Kenali Orang-orang Sekitar
Tiap hari kita berinteraksi dengan orang lain. Orang-orang yang paling sering
berhubungan dengan kita adalah mereka yang berada di sekitar kita: keluarga,
tetangga, dan rekan sekerja. Nah, kenali orang-orang di sekitar kita.
Perhatikan bahwa kita memiliki persamaan dan perbedaan dengan mereka. Dengan
demikian akan lebih mudah bagi kita untuk bekerja sama dengan mereka dan
menghargai mereka.
“Aduh, si Idah sering membuat saya kesal. Saya minta tolong panggilkan taksi
biru, ternyata yang dipanggil adalah taksi kuning. Saya minta dibelikan bawang
putih, yang dibawa pulang adalah bawang merah,” begitu cerita seorang teman.
Ternyata setelah diselidiki lebih jauh, Idah mempunyai kelemahan mengingat
instruksi yang terlalu panjang. Ia cenderung mengingat kalimat terakhir yang
diucapkan, apalagi jika kalimat tersebut diulang dua kali.
Sementara itu, teman penulis seringkali merasa khawatir instruksinya tidak
dimengerti, sehingga cenderung mengulang “larangan” daripada “instruksi
intinya”. Jadi tidak heran jika teman penulis berkata “Idah, tolong panggilkan
taksi biru ya, jangan yang kuning. Sekali lagi, jangan yang kuning,” maka yang
datang adalah justru taksi kuning. Setelah teman tersebut memahami perbedaan
antara ia dan Idah, ia pun bisa mengubah strateginya dalam memberikan instruksi.
Ia selalu menempatkan instruksi di kalimat akhir dan diulang. Sejak saat itu
penulis tidak lagi mendengar keluhan dari teman tersebut.
Langkah 2: Fokus pada Kelebihan
Seringkali kita lebih fokus pada kesalahan dan kekurangan orang lain. Hal ini
menyebabkan kita sulit sekali menghargai mereka. Sebaliknya, karena kita selalu
memperhatikan kekurangan orang lain, orang lain pun menjadi enggan berinteraksi
dan bekerja sama dengan kita karena mereka merasa enggan jika selalu merasa
“dipermalukan”. Yang perlu kita ubah adalah fokus kita: coba fokuskan perhatian
kita terlebih dulu pada kelebihan orang lain, kita akan mendapatkan hasil yang
luar biasa.
Coba perhatikan ilustrasi berikut:“Wah, tulisan tanganmu bagus dan rapih. Ibu
juga senang kamu bisa menyerahkan pekerjaan rumah ini tepat waktu,” demikian
ujar seorang ibu guru pada muridnya.
“Terima kasih, Bu. Saya memang berusaha menulis dengan baik. Namun ada beberapa
kata yang masih sulit bagi saya untuk mengejanya. Jadi, lain kali saya akan
minta bantuan ibu untuk menjelaskannya lagi dan saya akan berusaha menulis
dengan ejaan yang benar,” begitu jawab si anak.
Yah, ternyata sang ibu guru tidak langsung menyalahkan tulisan anak tersebut
yang ternyata masih banyak salah. Sebaliknya, ia memfokuskan perhatian pada
kelebihannya terlebih dulu. Sang anak yang merasa sangat dihargai karena
gurunya memerhatikan kelebihannya, lalu menjadi lebih terbuka meminta bantuan
guna memerbaiki kesalahannya.
Langkah 3: Bangun Hubungan Saling Percaya
Ternyata hukum timbal balik memang berlaku dalam hidup ini. Jika kita tidak
memercayai orang lain, mereka pun tidak akan memercayai kita. Sebaliknya, jika
kita memercayai orang lain, orang lain akan memercayai kita. Sebuah kerja sama
bisnis pada dasarnya harus dibangun atas dasar kepercayaan.
Usaha akan sukses dan langgeng jika pimpinan dan karyawan saling memercayai,
jika produsen dan konsumen saling percaya. “Saya tahu Anda pernah melakukan
kesalahan. Tapi, saya ingin memberikan kesempatan kepada Anda. Saya akan
melupakan perbuatan yang lama. Coba kita memulai lembaran baru. Saya percaya
Anda bisa berprestasi lebih baik. Saya lihat Anda punya potensi untuk itu. Coba
buktikan.” Karena kata-kata inilah, Indra yang tadinya sudah kehilangan
kepercayaan diri menjadi termotivasi untuk melakukan yang terbaik bagi
pimpinannya yang telah memberikan kepercayaan kepadanya.
Banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan jika kita mau menghargai orang lain:
kita bisa saling membantu, saling menguatkan, dan saling menguntungkan sehingga
hidup menjadi lebih menyenangkan. Sukses untuk Anda.